Selasa, 02 Februari 2010

Teori Tujuan Hukum

Hukum senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Dalam masyarakat sering terjadi konflik oleh sebab itu diperlakukan suatu aturan untuk mengatur kepentingan antara manusia dalam masyarakat. Dalam sosiologi hukum dikenal teori konflik yang menekankan bahwa setiap masyarakat merupakan subjek dari perubahan sosial, dan perubahan ini terdapat dimana-mana. Setiap masyarakat pasti mengalami pertikaian dan konflik. Setiap elemen masyarakat memberikan sumbangan disintegrasi dan perubahan dan setiap masyarakat berdasarkan pada paksaan yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lain.
Hukum memiliki tujuan yang jelas. Ada begitu banyak grand theory tentang apa yang menjadi tujuan hukum. Achmad Ali membagi grand theory tujuan hukum menjadi teori barat (teori klasik dan modern), teori timur dan teori Islam.


1. Teori Barat
Teori Barat dibagi menjadi teori klasik dan teori modern dimana teori klasik meliputi teori etis, teori utilitis dan teori legalistik sedangkan teori modern meliputi teori prioritas baku dan teori prioritas kasuistik. Teori klasik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Teori etis dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan (justice).
b. Teori utilitis dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kemanfaatan (utility).
c. Teori legalistik dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kepastian hukum (legal certainty).
Sedangkan teori modern dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Teori prioritas baku dimana tujuan hukum mencakupi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
b. Teori prioritas kasuistik dimana tujuan hukum mencakupi keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum dengan urutan prioritas, secara proporsional sesuai dengan kasus yang dihadapi dan ingin dipecahkan.
2. Teori Tujuan Hukum Timur, teori ini tidak menampakkan kepastian tetapi hanya menekankan pada tujuan bahwa keadilan adalah keharmonisan, dan keharmonisan adalah kedamaian. Jadi berbeda dengan tujuan hukum Barat, maka tujuan hukum bangsa-bangsa Timur yang masih menggunakan kultur hukum asli mereka.
3. Teori hukum Islam, pada prinsipnya bagaimana mewujudkan kemanfaatan kepada seluruh umat manusia yang mecakupi kemanfaatan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Gustav Radburch seorang filsuf hukum Jerman mengajarkan adanya tiga ide dasar hukum yang oleh sebagian besar pakar teori hukum dan filsafat hukum, juga diidentikkan sebagai tiga tujuan hukum yaitu keadilan (gerechtigkeit), kemanfaatan (zweckmaeszigkeit) dan kepastian hukum (rechtssicherkeit). Radburch mengajarkan bahwa diperlukan penggunaan asas prioritas dalam menentukan tujuan hukum itu, dimana prioritas pertama adalah keadilan, kedua adalah kemanfaatan dan terakhir barulah kepastian hukum.

Lapisan Ilmu Hukum

Perumusan mengenai definisi dari hukum sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena perkembangan hukum yang begitu signifikan. Definisi hukum yang ada tersebar dalam berbagai literatur hukum. Thomas Aquinas menyatakan “law as a rule and measures of acts, whereby ma is inducted to act or is restained from acting; for lax (law) is derived from ligare (to bind), because it binds one to act.... law i s nothing else than a rational ordering of things which concern the commom good, promulgated by whoever is charged with teh care of the community.”
Selanjutnya Wortley menyatakan “law is the collective term for the rules of conduct for men living in a legal order. An effective system of law is one where the rules are likely to be followed (Hukum adalah istilah kolektif bagi aturan-aturan tingkah laku manusia yang berbeda di dalam suatu tertib hukum. Dan suatu sistem hukum yang efektif adalah jika aturan-aturannya ditaati.” Eugen Ehrlich (1862-1922) memulai definisi hukum dari perkembangan hukum, beliau mengemukakan “at present as well as at any other time, the centre of gravity of legal development lies not in legislation, nor in juristic science, nor in judicial decision, but in society itselft.”
Lapisan ilmu hukum terbagi atas filsafat hukum, teori hukum dan dogamatik hukum. Meuwissen mengemukakan ada lima dalil dari filsafat hukum yang terkait dengan teori hukum dan dogamtik hukum, yakni:
a. Filsafat hukum adalah filsafat. Karena itu, ia merenungkan semua masalah fundamental dan masalah marginak yang berkaitan dengan gejalan hukum.
b. Tiga tataran abstraksi refleksi teoretikal atas gejala hukum, yakni ilmu hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Filsafat hukum berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk pengembanan hukum teoretikal dan pengembanan hukum praktikal.
c. Pengembanan hukum praktikal atau penanganan hukum secara nyata dalam kenyataan kehidupan sungguh-sungguh mengenal tiga bentuk: pembentukan hukum, penemuan hukum dan bantuan hukum. Di sini terutama Ilmu hukum dogmatika menunjukkan kepentingan praktikalnya secara langsung.
d. Tema terpenting dari filsafat hukum berkaitan dengan hubungan antara hukum dan etika. Ini berarti bahwa diskusi yang sudah berlangsung sangat lama antara para pengikut Aliran Hukum Kodrat dan para pengikut Positivisme hingga kini masih tetap aktual. Hukum dan etika dua-duanya merumuskan kriteria untuk penilaian terhadap perilaku (tindakan) manusia: namun mereka melakukan hal ini dari sudut titik pandang yang berbeda. Hukum adalah suatu momen dari etika.
e. Dalil kelima: filsafat hukum adalah refleksi secara sistematikal tentang “kenyataan” dari hukum. “kenyataan hukum” harus dipikirkan sebagai realisasi (perwujudan) dari Ide hukum (cita-hukum). Dalam hukum positif kita selalu bertemu dengan empat bentuk: aturan hukum, putusan hukum, figur hukum (pranata hukum), lembaga hukum. Lembaga hukum terpenting adalah Negara. Tetapi hanya kenyataan hukum, juga filsafat hukum harus direfleksikan secara sistematikal. Filsafat hukum adalah sebuah “sistem terbuka” yang didalamnya semua tema saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu Terapan

Sosiologi hukum sebagai ilmu terapan artinya sosiologi hukum merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk dipergunakan dan diterapkan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pada dasarnya ilmu pengetahuan dilihat dari sudut penerapannya dibedakan menjadi ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan (aplied science). Ilmu pengetahuan murni bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, yaitu untuk mempertinggi mutunya. Sedangkan ilmu pengetahuan terapan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan untuk membantu masyarakat di dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
R. Otje Salman menyatakan bahwa “Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analistis. Sosiologi hukum adalah segala aktifitas sosial manusia yang dilihat dari aspek hukumnya.” Sociology of law is a diverse field of study that examines the interaction of law with society and overlaps with jurisprudence, economic analysis of law and more specialised subjects such as criminology. Achmad Ali dalam bukunya yang berjudul Menguak Tabir Hukum menyatakan bahwa:
Sociology of law. Pound refers to this study as “sociology proper” based on a concept of law as one of the means of social control. Lloyd writes of it as essentially a descriptive science employing empirical techniques. It is concerned with an examination of why the law sets about its tasks in the way it does. It views law as the product of a social system an as a means of controlling and changing that system.

Dari pengertian-pengertian diatas maka jelaslah bahwa sosiologi hukum merupakan ilmu terapan, berbeda dengan induk ilmunya yakni sosiologi yang merupakan ilmu pengetahuan murni.
Sosiologi hukum sebagai ilmu pengetahuan terapan dipergunakan dan diterapkan di masyarakat untuk:
a) Mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum, dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum. Fungsi inilah yang mampu memecahkan permasalahan dalam masyarakat dan mengkaji mengenai keberlakuan hukum di dalam masyarakat.
b) Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum untuk meningkatkan kesadaran hukum dari warga masyarakat secara keseluruhan maupun dari kalangan penegak hukum.
c) Sosiologi hukum juga dapat membantu untuk memberikan kejelasan mengenai kemampuan yang ada pada undang-undang serta pengaruh-pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh bekerjanya undang-undang itu dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan ini meneliti mengapa orang patuh terhadap hukum atau mengapa orang tersebut gagal untuk menaati hukum.
d) Sosiologi hukum bertujuan untuk memberi penjelasan terhadap pratek-pratek hukum, seperti dalam pembuatan undang-undang, pratek peradilan dan sebagainya.
e) Sosiologi hukum berusaha menjelaskan mengenai hukum dalam praktik, kemudian faktor-faktor apa yang berpengaruhinya baik faktor hukum maupun faktor non hukum, gejala-gejala sosial serta latar belakangnya. Cara ini oleh Max Weber dinamakan sebagai interpretativ-understanding. Ini karena sosiologi hukum tidak menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin memperoleh pula penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah laku seseorang. Hal ini sesuai dengan "tugas sosiologi" yang "interpretative understanding of social conduct"
Sosiologi hukum sangat penting dalam pembantukan peraturan perundang-undangan karena ilmu pengetahuan terapan ini dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi perencanaan, pembentukan dan penegakan hukum , dapat mengidentifikasikan unsur-unsur kebudayaan yang manakah yang mempengaruhi dan dapat diresepsi dalam substansi hukum. Dengan demikian sosiologi hukum berperan dalam mensintesa dasar menimbang dari suatu peraturan perundang-undangan baik melalui landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dimana ketiga landasan ini menjadi syarat keberlakuan hukum.
J. Van Houtte dalam Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa ada dua pendapat utama perihal perspektif dari sosiologi hukum yakni:
• Pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa sosiologi hukum harus diberikan suatu fungsi yang global. Artinya, sosiologi hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai saran organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Di dalam fungsinya itu, maka hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum, di dalam mengidentifikasikan konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.
• Pendapat-pendapat lain menyatakan, bahwa kegunaan sosiologi hukum justru dalam bidang penerapan dan pengkaidahan. Mengenai proses pengkaidahan maka sosiologi hukum dapat mengungkapkan data-data tentang keajegan-keajegan mana di dalam masyarakat yang menuju pada pembentukan hukum (baik melalui keputusan penguasa maupun melalui ketetapan bersama dari warga masyarakat, terutama yang menyangkut hukum fakultatif.