Internet merupakan suatu jaringan komunikasi digital interaktif yang dipergunakan di hampir seluruh dunia termasuk Indonesia. Pengguna internet di Indonesia hanya 14,5 juta orang dari total penduduk yang mencapai 220 juta. Meskipun tidak ada 10 persennya, negara ini pernah menduduki peringkat pertama dalam kejahatan dunia maya. Tahun 2007 posisi Indonesia sempat menurun di posisi empat setelah Ukraina dan beberapa negara Eropa Timur yang membukukan angka kejahatan dunia maya lebih banyak.[1] Salah satu kejahatan di dunia maya yang paling fenomenal adalah peredaran pornografi di internet. Peredaran pornografi ini diistilahkan dengan cyber porn.
American Demographic Magazine sebagai salah satu organisasi yang melakukan riset terhadap pornografi di internet menghitung jumlah situs porno dan jumlah halaman situs porno.
Jumlah Situs Porno di Dunia:
Jumlah halaman Situs Porno di Dunia:
· 14 juta pada tahun 1998
· 260 juta pada tahun 2003
Dari data diatas dapat diketahui bahwa kenaikan jumlah situs dan halaman situs porno di dunia bisa mencapai 5-10 kali dalam 3 tahun.[2] Selanjutnya TopTenReviews.Com memiliki data mengenai jumlah situs porno pada tahun 2006-2007 yakni:
· Jumlah Situs Porno: 4.2 juta (12% dari total situs di dunia)
· Jumlah Halaman Situs Porno: 420 juta
· Pencarian harian situs pornografi: 68 juta (25% dari total pencarian)
· Jumlah email pornografi perhari: 2.5 miliar (8% dari total email)
· Prosentase pengguna internet yang melihat pornografi: 42.7%
· Jumlah download bulanan konten pornografi: 1.5 miliar (35% dari total download)[3]
Merespon hal tersebut, maka DPR bersama presiden mengundangkan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menanggulangi cyber porn. Namun upaya tersebut belum berhasil untuk menanggulangi kejahatan ini. Hal tersebut disebabkan karena faktor-faktor berikut yaitu:
· Pada dasarnya hal-hal yang menyangkut masalah seksual merupakan hal-hal yang menarik untuk diketahui. Dalam bahasa jurnalistik hal ini disebut dengan human interest.
· Ketersediaan akses terhadap situs porno menjadi bagian dari aset usaha yang krusial baik bagi penyedia jasa (pemilik web) maupun pengusaha warnet. Total pendapatan pertahun industri pornografi di dunia adalah sekitar 97 miliar USD, ini setara dengan total pendapatan perusahaan besar di Amerika yaitu: Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo!, Apple, Netflix and EarthLink. Hal tersebut menunjukkan betapa dahsyatnya industri pornografi di dunia.
· Mudahnya akses untuk masuk ke situs porno. Pengguna hanya tinggal masuk ke alamat penyedia atau jika belum tahu alamat maka dapat menggunakan jasa search mechine seperti google kemudian menggunakan kata kunci yang ada hubungannya dengan yang dicari.
· Kesulitan menentukan yurisdiksi kejahatan cyber porn. Sebab kejahatan di dunia maya dilakukan tanpa mengenal batas negara (borderless). Sehingga ketika terjadi suatu cyber porn, penegak hukum tidak dapat serta merta menerapkan hukum nasional untuk diberlakukan dan dikenakan kepada pelaku.
· Situs porno dapat muncul walaupun tidak dicari oleh para user. Kemunculan situs ini biasanya terdapat dalam iklan pada laman situs lain. Dalam bidang telematika iklan-iklan ini diistilahkan dengan pop up. Iklan-iklan yang termuat dalam web tersebut tentunya akan memancing keingintahuan dari para pengguna untuk masuk ke dalam situs porno yang diiklankan itu
· Kurangnya pengawasan dari pemerintah mengenai materi-materi yang disajikan di internet. Pada dasarnya content regulation memang sangat dibutuhkan untuk mengawasi isi suatu situs yang tersedia di internet. Namun institusi di Indonesia yang berwenang untuk mengawasi content di internet belum jelas.
· Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya dalam mengakses internet. Hal ini menjadi peluang bagi anak-anak yang pada usianya cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mengenal apa yang dinamakan dengan seksualitas.
Pada dasarnya, mengakses informasi adalah hak asasi dari setiap orang. Namun hak asasi ini harus dibatasi dengan peraturan perundang-undangan, tingkat intelektualitas dan usianya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Sehingga diperlukan langkah-langkah untuk menjamin perolehan informasi yang benar dan bertanggung jawab. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menangulangi akses terhadap pornografi di internet adalah dengan:
1. Menciptakan unsur-unsur hukum yang solid baik pada substansi hukum (materi dari UU ITE sendiri), struktur hukum (kesiapan aparatur penegak hukum dalam menangani kejahatan di dunia maya khususnya mengenai masalah pornografi) dan budaya hukum (nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat).
2. Memberikan batasan yang mana materi pornografi sebagai perbuatan terlarang, sebagai seni, sebagai bagian kearifan lokal, dan sebagai bagian dari edukasi. Hal ini pada akhirnya memudahkan penegak hukum dalam menindak cyber porn.
3. Meningkatkan konsistensi terhadap pemblokiran materi pornografi di internet baik melalui jaringan rumah tangga, institusi, sekolah, internet service provider dan warnet. Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar menyatakan bahwa di setiap izin ISP dan NAP (Network Access Provider) dalam aturan modern licensing ada kewajiban tertulis untuk melarang peredaran pornografi.[4]
4. Meningkatkan pengawasan orang tua dan sekolah terhadap akses situs porno bagi anak-anak dalam mengakses internet. Pengawasan akan lebih mudah dilakukan jika anak mengakses internet melalui sekolah daripada melalui warnet. Sebab sekolah menggunakan jaringan resmi yang mudah untuk diawasi.
5. Mempertebal keimanan dan nilai-nilai budaya, sebab pada dasarnya walaupun orang pernah mengakses situs porno namun jika kadar keimanan dan moralnya kuat mereka tidak akan terjerumus untuk melakukan hubungan seksual sebelum perkawinan maupun kejahatan serta eksploitasi seksual.
6. Peningkatan kerjasama internasional dalam menganggulangi cyber porn. Hal ini berpijak pada karakteristik dari cyber porn yang sepenuhnya beroperasi secara virtual.
Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya adalah:
a. Faktor penyebab dari cyber porn ini adalah daya tarik dari materi pornografi, ketersediaan akses yang sangat mudah, kurangnya pengawasan dari pemerintah, penegak hukum dan masyarakat serta lemahnya penegakan hukumnya.
b. Implementasi dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum efektif dalam menanggulangi cyber porn.
c. Upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi cyber porn adalah menciptakan unsur hukum yang solid, memberikan batasan yang tegas mengenai apa yang dimaksud dengan pornografi, meningkatkan konsistensi terhadap pemblokiran materi pornografi, meningkatkan pengawasan dari sekolah dan orang tua termasuk memberikan pendidikan agama serta budi pekerti, dan peningkatan kerjasama internasional dalam menanggulangi cyber porn.
Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat diajukan sehubungan dengan permasalahan diatas adalah:
a. Salah satu cara dalam menanggulangi kejahatan adalah dengan cara menghilangkan faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri.
b. Agar Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan secara efektif dalam menanggulangi cyber porn, hendaknya Departemen Komunikasi dan Informasi melakukan sosialisasi Undang-undang ini kepada masyarakat. Pemerintah hendaknya menentukan atau membuat suatu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi content dalam situs yang dapat terakses dari Indonesia
c. Pendidikan budi pekerti sangat perlu diberikan dalam kurikulum pembelajaran baik dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Peningkatan sumber daya manusia, sarana dan fasilitas serta koordinasi antar jajaran kepolisian sangat diperlukan karena kepolisian merupakan front liner dalam menanggulangi cyber porn. Penyedia jasa internet juga perlu melakukan pengawasan terhadap akses internet oleh para pengguna (user) bahkan tetap konsisten untuk melakukan pemblokiran terhadap materi pornografi yang disajikan di internet.
[1] Jim Geovedi, tanpa waktu edisi, Cyber Crime Terkendala, http://www.kompas.co.id, diakses pada 24 April 2008.
[2] Romi Satria Wahono, April 2008, Kupas Tuntas Pornografi di Internet, http://romisatriawahono.net, diakses pada 12 September 2008.
[3] Ibid.
[4] Achmad Rouzni Noor II, 30 Mei 2008, Menkoinfo: Blokir Situs Porno, http://www.detikinet.com, dikases pada 21 Juni 2008.